::

Navbar Bawah

Search This Blog


Minggu, 31 Juli 2011

Berhala kekhusyu'an

Shalat adalah oleh-oleh Rasulullah dalam ber-Isra' Mi'raj, maka dari itu bagaimanakah kita menikmati dan mengerti hakikat shalat itu ?

Sekiranya ku menjadi Muhammad takkan sudi ku beranjak ke Bumi setelah sampai di 'Arsy -Abdul Quddus, Sufi Gonggoh-

Seorang Musafir berhenti di sebuah Masjid. Ia lelah, gerah, pegal, dan pening. Terlebih sepanjang jalan ia merasa sepi di tengah ramai, dan asing di tengah khalayak. Di Masjid itu ia menemukan ketenangan. Wudhunya serasa membasuh seluruh jiwa raga. Ketika air itu menyapu, ia seperti melihat noktah-noktah hitam dosanya luntur berleleran, mengalir hanyut bersama air. Dalam shalatnya ia benar-benar merasa berdiri di hadapan Sang Pencipta. Tiap bacaannya seolah dijawab Oleh-Nya. Ia merasakan getar keagungan. Ini pertama kalinya ia bisa terisak-isak dalam sujudnya. Hatinya diselimuti perasaan tentram, sejuk, penuh makna. Dia merasakan sebuah ekstase. Saat ia melewati Masjid, ia memang ingin sekali shalat di sana. Ia rindu kekhusyu'annya. Masjid ini memancarkan keagungan. Pilar-pilarnya tegak kokoh, berlapis marmer kelabu. Kolom-kolom setengah lingkarannya manis dengan ukiran geometris. Lampu-lampunya remang dibingkai logam mengilat bersegi delapan. Lantainya lembut menyambut tiap sujud, dingin menyejukkan khas granit hitam.

Ia memilih shalat di balik tiang berbalut kekuningan yang berukir ayat suci. Ia mencoba menghayati shalatnya. Tetapi aneh. Kali ini ia tidak menemukan getar itu. Ia kehilangan kekhusyu'annya. Benar. Ia kehilangan semua perasaan itu. Tak ada ekstase. Tak ada kelezatan ruhani. Tak setitik pun air matanya sudi meleleh. Dengan sesal ia menguluk salam. Ke kanan, lalu ke kiri. Dan matanya menumbuk terjemah sebuah kaligrafi di dinding selatan. Terbaca olehnya, "Barangsiapa mencari Allah, ia mendapatkan kekhusyu'an. Barangsiapa ia mengejar kekhusyu'an, ia kehilangan Allah."

Andai kau lihat kami duhai 'Abid di Haramain
Kau akan tahu dalam ibadah kau hanya bermain
Pipimu basah oleh airmata,
Leher kami telah bersimpah dengan darah
-'Abdullah ibn Al-Mubarak-

Alangkah malang para penyembah kekhusyu'an. Khusyu' menjadi tujuan, bukan sarana menuju Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Maka perhatian utama dalam shalat terletak pada bagaimana caranya untuk khusyu', atau setidaknya terlihat khusyu'. Aduhai, andai kau tahu bagaimana Sang Nabi dan sahabat-sahabatnya shalat. Mereka khusyu' karena shalat benar-benar perhentian dari aktivitas maha menguras di sepanjang jalan cinta para pejuang. Mereka khusyu' karena payahnya diri dan kelelahan yang membelit melahirkan rasa kerdil dan penghambaan sejati.

Seperti para penyembah Al-Masih merumit-rumitkan trinitas ketuhanan, berhala kekhusyu'an juga sering dirumit-rumitkan. Tak salah sebenarnya mengutip kisah bahwa 'Ali ibn Abi Thalib meminta dicabut panahnya ketika beliau shalat. Agar sakitnya tak terasa karena khusyu' dalam shalatnya. Tak salah juga meneladani 'Abbad ibn Bisyr yang tetap melanjutkan shalatnya meski satu demi satu panah mata-mata musuh menancap di tubuhnya. Tapi apakah hanya itu yang disebut khusyu' ?

Sang Nabi adalah manusia paling khusyu'. Dan alangkah indah kekhusyu'annya. Kekhusyu'an yang seringkali mempercepat shalat ketika terdengar olehnya tangis seorang bayi. Atau memperpendek bacaan shalat saat menyadari kehadiran seorang jompo dalam jama'ahnya. Kekhusyu'an yang tak menghalangi menggendong Umamah binti Abil 'Ash atau Al-Hasan ibn 'Ali dalam berdirinya dan meletakkan mereka ketika sujud. Kekhusyu'an yang membuat sujudnya begitu panjang karena Al-Husain ibn 'Ali main kuda-kudaan di punggungnya.

Sahabat, inilah jalan cinta para pejuang. Khusyu' dan gelora kenikmatan ruhani hanyalah hiburan dan rehat, tempat kita mengisi kembali perbekalan dan melepas penat. Ini adalah jalan cinta para pejuang. Bukan jalan para pengejar kenikmatan ruhani, hingga terus menerus mengulang Takbiratul Ihram sampai sang imam ruku'. Ini bukan jalan cinta para penikmat kelaparan yang ketakutan berkumur saat puasa tapi diam saja menyaksikan kedzaliman. Juga bukan jalan penikmat Ka'bah yang kecanduan berhaji, sementara fakir miskin leleh mengetuk pintunya yang terkunci.
Senarai sejarah memberi pelajaran tentang para pengejar kenikmatan ruhani. Mereka jauh terlempar dari jalan cinta ini. Ada yang merasa diri menjadi mu'min yang baik; karena bisa menangis saat shalat, bisa terharu saat membagi zakat, bisa berdzikir hingga hilang kesadaran saat berpuasa, atau berhaji setahun sekali; terbuta mereka dari dunia Islam yang serak memanggil-manggil.

Inilah mereka yang selalu berbicara agama sebagai urusan pribadi. Urusan pribadi untuk menikmati kesyahduan spiritual. Bagi mereka, alangkah nikmatnya shalat khusyu' di atas sajadah mahal, dalam naungan pendingin. Dengan setting pemandangan yang bisa diatur diganti-ganti. Khusyu' adalah menikmati bacaan imam bersertifikat dari audio premium, dalam hembusan harum parfum aromaterapi. Jauh di sana, di jalan cinta para pejuang. Sang Nabi shalat di sela-sela jihad menegakkan syari'at. Dengan debu, dengan darah, dengan lelah, dengan payah.

Yang lain, mencari pelarian dari tekanan dunia yang menghampir. Menikmati rasa tentram dari dzikirnya, rasa melayang karena laparnya, rasa syahdu karena gigil tubuhnya. Ia bertapa dalam pakaian campingnya, hidup dalam kefakirannya, lalu merasa menjadi makhluq yang paling dicintai Allah. Tapi wajahnya tak pernah memerah ketika syari'at Allah dilecehkan. Tak pernah dia merasa terluka melihat kedzaliman. Tak pernah hatinya tergetar melihat nestapa sesama. Orang-orang semacam sufi dari ganggoh. Dialah si burung Onta yang merasa aman saat membenamkan kepalanya ke dalam pasir. Padahal tubuhnya terguguk tepat di depan pelupuk pemburu.

Ektase. Kenikmatan ruhani. Kekhusyu'an. Jangan kau kejar rasa itu. Dia bukan tuhanmu. Dan tak hanya seorang muslim yang beroleh kemungkinan merasakan ektase semacam itu. Tanyakan pada orang beragama Buddha, penganut Zen, Tao, atau praktikkan Yoga. Merekapun mengalaminya lewat meditasi dan rerupa puja. Seorang Nasrani dari Ordo Fransiskan yang melarat merasakannya dalam pengembaraan bertelanjang kaki ala miskin kristus. Seorang Nasrani dari Ordo Benekditin yang mewah menikmatinya dalam mengoleksi relik-relik suci peninggaran para bapa gerejawi.

Bukan itu.
Bukan itu yang kita cari.
Di jalan cinta para pejuang,
Berbaktilah kepada Allah dalam kerja-kerja besar Dakwah dan Jihad. Menebar kebajikan, menghentikan kebiadaban, menyeru kepada Iman. Larilah hanya menuju-Nya. Meloncatlah hanya ke Haribaan-Nya. Walau duri merantaskan kaki. Walau kerikil mencacah telapak. Sampai engkau lelah. Sampai engkau payah. Sampai keringat dan darah bertumpah. Maka kekhusyu'an akan datang kepadamu ketika engkau beristirahat dalam shalat. Saat kau merasakan puncak kelemahan diri di Hadapan Yang Maha Kuat. Lalu kaupun pasrah berserah...
Saat itulah, engkau mungkin melihat-Nya, dan Dia pasti melihatmu...

-Jalan Cinta Para Pejuang-
- Sallim A. Fillah-
Read More --►

Kebenaran Kitab Allah dan Para Nabi yang Menyebarkan Ajarannya

Assalaamu 'alaikum Warrahmatullahi Wabbarakatuh (Al s-salaamu 'alaiykum Wa Al r-rahmat Allah Wa Al b-barakatuhu).

Di dalam materi ini, kami akan menjelaskan beberapa kebenaran-kebenaran Kitab Allah dan peristiwa-peristiwa yang dialami oleh Nabi-Nabi Allah. Materi diskusi ini adalah hasil dari pemikiran dan hasil dari berbagi ilmu kepada para sahabat-sahabat calon Khalifah, penegak agama Allah di masa depan. Karena siapa lagi yang akan menegakkan Agama Allah kalau bukan kita ?

Langsung saja ke pembahasan. Seperti yang kita tahu, bahwa Allah telah menurunkan empat kitab yang wajib kita yakini atas keberadaannya. Ialah Kitab Zabur (Mazmur), Taurat (Torah), Injil (Alkitab), dan Al-Qur'an (Quran). Kitab Zabur adalah kitab yang telah diturunkan kepada Nabi Daud AS dengan berbahasa Qibti (Egyptian), Kitab Taurat adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Musa AS dengan berbahasa Ibrani (Hebrew), Kitab Injil adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Isa AS dengan berbahasa Suryani (Suriah/Syriac) dan Kitab Al-Qur'an adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaiyhi Wassalaam dengan berbahasa Arab (Al-'Arabiya/Arabic). Dari ketiga kitab sebelum Al-Qur'an, semuanya hanya berlaku pada jamannya, karena dari ketiganya itu telah disempurnakan oleh Al-Qur'an. Jadi, yang wajib kita buat pedoman, hanyalah Al-Qur'an. Namun hal ini tidak lantas membuat kita tidak mempercayai ketiga kitab sebelum Al-Qur'an itu. Selagi kitab itu belum dirubah isinya, maka kita harus mempercayainya.

Berbicara tentang adanya kitab yang dirubah, ada Kitab Allah yang telah diotak-atik oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Dalam hal ini, kita akan membicarakan tentang Injil, kitab yang digunakan Umat Kristian saat ini. Injil yang mereka gunakan bukanlah Injil yang benar sebagaimana seperti Injil pada aslinya. Tiap perubahan, pastilah ada yang tersisa. Dan kandungan yang tersisa itu bertentangan dengan beberapa kandungan lain. Aneh kan ? Satu kitab, namun isinya berbeda alias saling menentang. Salah satunya mereka menentang adanya Nabi lain setelah Nabi Isa AS. Namun di Injil mencantumkan tentang kedatangan Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaiyhi Wassalaam. Kita bahas pelan-pelan ya...

Kita baca yang di Al-Qur'an dulu ya...
QS. Al-'Araaf 7:157
"Ialah Orang-Orang yang mengikut Rasulullah (Muhammad Shalallahu 'Alaiyhi Wassalaam) Nabi yang Ummi, yang mereka dapati tertulis (namanya dan sifat-sifatnya) terdapat dalam Injil."

"Ingatlah, ketika Isa anak Maryam berkata : "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku Rasul Allah kepadamu, serta membenarkan apa yang sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang Rasul, yang akan datang kemudianku, namanya adalah Ahmad (Muhammad)." (QS. Ash-Shaf 61:6)

Dari Injil dan Taurat, tercetus (pula) nama Parakletos (Penolong) yang disahkan pula dalam bahasa Yunani menjadi Periklytos.

Parakletos dalam Injil :
Yohannes 14:16
"Aku (Yesus) akan memohon kepada Bapa dan Bapa akan memberikan penolong (Parakletos) lain yang akan bersama-sama kamu selama-lamanya."

Yohannes 14:17
"Dia Roh Allah yang akan menunjukkan apa yang benar."

Yohannes 14:26
"Tetapi Roh Allah, Penolong yang akan diutus oleh Bapa demi nama aku."

#Jika ada Parakletos (Penolong) lain setelah Nabi Isa AS, berarti ada Nabi lain. Siapakah dia ? Ialah Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaiyhi Wassalaam.

Lebih membingungkannya lagi, di Injil terdapat satu pembahasan, namun pembahasannya itu berbeda (lagi) dengan pembahasan lainnya. Hal ini menimbulkan kontradiksi dan menunjukkan kealibian kitab yang diotak-atik paulus tersebut. Salah satunya adalah tentang silsilah Yesus dalam Injil. Dalam Matius 1:6 menyebutkan bahwa Yesus adalah anak Daud melalui Sulaiman. Namun dalam Matius 3:31 menyebutkan bahwa Yesus adalah anak Daud melalui Natan.
Hal lain dari Injil Matius adalah Yesus ternyata "mempunyai ayah biologis (bukan supranatural)" yaitu Yusuf (Bukan Nabi Yusuf, tetapi seorang tukang kayu yang diceritakan menjadi tunangan Maria (Maryam)). Hanya saja dari jalur Sulaiman, Yesus adalah keturunan ke-26. Sedangkan dari Natan, Yesus adalah keturunan ke-40. Hmmmmmmmmm. Tuh kan ? Meledak deh tuh. Membingungkan banget nih kitab ya ?

Tentang keyakinan Yesus membawa ajaran baru setelah Musa juga salah dan dibantah oleh Injil sendiri. Ada 12 alasan berdasarkan Kitab Ulangan 18:18 bahwa pembawa agama terakhir adalah Muhammad bukan Isa (Yesus). Sedangkan Yesus juga tidak diutus kepada seluruh Umat seperti Muhammad (QS. Al-Anbiyaa 107) tetapi hanya kepada Bani Israil saja (Matius 5:17-18)

Cukup sekian tentang Yesus. Kalau dilanjutkan nanti dikira mengejek pihak lain. Pindah materi saja...

Berbicara tentang kitab, kurang afdhal kalau tidak membicarakan yang membawa kitab itu, yakni para Nabi-Nabi Allah. Kita mulai dari Bapak semua Nabi dulu, yaitu Nabi Ibrahim AS.
Nabi yang mendapat julukan sebagai Bapak para Nabi Agama-Agama Samawi (Abrahamic Religions) ialah Nabi Ibrahim AS yang tinggal dan menetap di Palestina. Ibrahim berasal dari kata "Ib"/"Ab"/"Abah"/"Abi" yang berarti "Ayah", dan kata "Rahiim" artinya penyayang. Jika disatukan, "Ibrahim" berarti ayah yang penyayang/pemurah. Beliau adalah pembawa risalah kenabian yang disebut di dalam Al-Qur'an surah An-Nahl 120 dan 123 di surah Al-Hanif (yang lurus) yang berhasil mengalahkan Raja Namrud dan menyebarkan wahyu dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala kepada segenap kaumnya. Namun hingga usia senja beliau tidak juga dikaruniai putera. Beliau sangat mendambakan putera (sebagai penyukses penyebar ilmu ketauhidan). Lantas Ibrahim meminta ijin kepada istrinya Sarah agar diperkenankan menikahi Siti Hajar, pembantu (bukan budak) mereka. Seperti yang kita ketahui, dari pernikahan itu, Ibrahim dikarunia putera bernama Ismail AS di usia senja dari Rahim Siti Hajar. Meski kemudian Sarah iri kepada Hajar yang dapat memberi keturunan kepada Ibrahim hingga suatu saat Sarah meminta Ibrahim untuk membawa pergi Hajar dan Ismail jauh dari Palestina. Dari Ismail itulah ia (Ibrahim) berkata bahwa ia mencium aroma akan lahirnya Ahmad (Muhammad) dari keturunan Ismail tersebut. Ia berkata bahwa akan lahir seorang yang luar biasa dari keturunan Ismail yang berbudi pekerti luhur, berakhlaq mulia, dan yang akan diberi amanah untuk membawa risalah dan membawa ajaran Allah dengan segala kebenaran. Oleh karena ucapan Ibrahim tersebut, maka tersebarkan kabar itu dan berlomba-lomba menjadi Ahmad yang dimaksud itu. Lantas, Ibrahim membawa Hajar dan Ismail menuju dataran tandus dan gersang yang tiada menunjukkan adanya kehidupan, yang sekarang kita sebut sebagai Makkah. Di sanalah Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail. Dengan tabahnya, Hajar bersedia untuk tinggal di sana. Ia (Hajar) mendapati Ismail telah lemas karena tiada makanan dan minuman di sana. Hajar pun berlari-lari dari Bukit Safa menuju Bukit Marwah untuk mencari air. Namun hasilnya adalah nihil. Dengan susah payahnya Hajar, ia menangis di samping Ismail yang terbaring. Atas kuasa Allah, dari kaki Ismail keluarlah pancaran air yang menyegarkan dan menghilangkan dahaga. Itulah yang biasa kita sebut dengan Air Zam-Zam.
#sebagai tambahan, tentang kemunculan seorang Nabi di lembah Makkah (Arab) telah disuratkan dalam QS. Al-Maidah 97 (Al-Qur'an),Ulangan 33:2 (Injil), Yesaya 21:13 (Injil), dan Yesaya 21:7 (Injil).

Sekembalinya dari Makkah menuju Palestina, Ibrahim mendapati kabar tentang lahirnya seorang Nabi dari rahim Sarah bernama Ishaq. Yang kemudian memiliki anak bernama Ya'kub atau yang disebut (pula) sebagai Nabi Israil. Yang kelak memiliki 12 anak yang menjadi cikal bakal suku Bani Israil (QS. Al-Baqarah 60 dan Al-A'raaf 160). Anak tertua bernama Yahuda yang juga menjadi ayah dari suku Yahudi, sedangkan anak nomor 11 dan 12 adalah Yusuf AS dan Benyamin. Ketika Yusuf berhasil menjadi Perdana Menteri di Kerajaan Mesir, maka keluarga Ya'kub dan seluruh saudaranya berpindah dari Palestina menuju Mesir.

Keluarga Ya'kub yang masih berada di Palestina berbahasa Aramic. Begitu pula dengan ke-12 anaknya. Namun setelah bermigras ke Mesir, terjadilah pencampuran (pengakulturasian) budaya dengan warga Mesir lokal. Kemudian lahirlah bahasa Ibrani (Hebrew). Dari keluarga Ya'kub melalui Levi tersebut, lahirlah Nabi Musa AS yang lahir pada masa Raja Ramses II atau yang lebih dikenal dengan Fir'aun. Saat Musa membunuh orang Mesir, ia pun melarikan diri dari kejaran Fir'aun dan sampai di Kerajaan Madyan. Di Madyan ternyata menggunakan bahasa Aramic dari nenek moyang Ibrahim. Nah, jadi sebenarnya Musa yang berbahasa Ibrani pun telah mengenal dan paham dengan bahasa Aramic atau asal mula Bahasa Arab. Korelasi ini pulalah yang menjadi fakta, jika ditilik dari sumber kebahasaan, bahwa Musa paham dengan bahasa Arab dan Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab pun juga ditujukan kepada Umat Musa yaitu Bani Israil. Dari ini, maka pewaris kemudian apakah Yesus (Isa) yang berbahasa Ibrani atau Muhammad dengan bahasa Arabnya ?

#Sekedar tambahan, saya tambahkan tentang hubungan persaudaraan antara Nabi Musa AS, Nabi Isa AS dan Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaiyhi Wassalaam. Akan saya jelaskan lebih rinci, bahwa Nabi Ibrahim AS berputerakan Ismail AS, Ishaq AS, dan Madyan. Dari Ismail AS ini berputerakan Nabi Khidir AS yang pada 61 generasi setelahnya, lahirlah Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaiyhi Wassalaam.
Sedangkan putera Ibrahim AS yang bernama Ishaq mempunyai dua putera, yakni Ya'kub AS dan Ish. Nabi Ya'kub AS atau Nabi Israil mempunyai empat putera, yaitu Levi, Benyamin, Yusuf AS dan Yahuda. Dari Levi, tiga generasi setelahnya, lahirlah Musa AS bin Imran dan Harun AS bin Imran. Sedangkan dari Yahuda, sebelas generasi setelahnya lahirlah Daud bin 'Uwaid dan lahir pula Sulaiman AS bin Daud AS. Dari Sulaiman AS ini berputerakan Zakariya AS dan bercucukan Yahya AS. Dan Sulaiman AS berputerakan (lagi) yaitu Hezekiah yang pada dua generasi setelahnya lahir Maryam binti Heli, dan lahirlah Isa AS bin Maryam.
#cukup menarik membicarakan tentang korelasi ini. :)

Dari kajian di atas ada satu hal yang membuat saya bertanya-tanya dan besar keinginanku untuk mengetahuinya dan memantapkan daripada jawaban tersebut.
Apakah bahasa yang digunakan oleh Nabi Adam AS dan umat sebelum Nabi Nuh AS ? Karena pada peristiwa banjir besar di jaman Nabi Nuh AS, hanya delapan orang saja yang selamat dan itupun semua adalah keluarga Nabi Nuh AS. Ketika banjir surut, Nabi Nuh AS tidak memahami bahasa-bahasa dari keluarganya tersebut. Begitupun yang lain saling tidak memahami dari apa yang diucapkan, dan itulah asal-muasal dari perbedaan bahasa.
Jika jawabannya bahasa Arab, maka belumlah pasti, karena bahasa Arab terlahir setelah adanya bahasa Aramic. Bisa dikatakan bahwa bahasa Aramic adalah nenek moyang dari bahasa Arab.

Bagi saudara-saudaraku yang mengerti akan jawaban dari pertanyaan tersebut, maka bolehlah anda sekalian menjawabnya, karena kita semua belajar. :)
Terima kasih. :)

Wassalaamu 'alaikum Warrahmatullahi Wabbarakatuh (Wa al s-salaamu 'alaiykum Wa Al r-rahmat Allah Wa Al b-barakatuhu).
Read More --►